Melalui Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia atau A-A-C-I Korda Jawa Timur yang diketuai Nanang Triatmoko, pada Kamis, 3 Okteober 2024, surat terbuka itu akan dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo, buntut jebloknya harga cabai besar yang menyentuh 3.500 rupiah per kilogram.
Nanang membeberkan isi permintaan petani cabai besar yang tertuang dalam surat terbuka tersebut. Pertama, adanya regulasi saat harga mahal maupun murah. Kedua, adanya managemen pola tanam untuk menghindari kapasitas berlebih. Dan yang ketiga, pemerintah membuat aturan tentang penetapan harga dasar atau harga pokok penjualan di tingkat petani.
Nanang mengatakan, pihaknya berharap pemerintah bisa hadir untuk menuntaskan masalah ini, dengan menghadirkan kepanjangan tangan berupa adanya industri cabai di sentra-senra penghasil cabai. Supaya nantinya, bisa menyerap hasil panen ketika over produksi, lalu menyalurkan ke pabrik-pabrik ketika harga mahal.
Dalam surat itu juga tertulis alasan, dibalik jebloknya harga cabai yang menyentuh level terendah sejak pandemi covid-19 di tahun 2019 silam. Termasuk di tahun 2012 yang juga mengalami kondisi serupa. Disitu, berbagai faktor penyebab pun terurai dengan jelas.
Tujuan dari dilakukannya hal ini, Supaya Presiden Jokowi mengetahui akar permasalahan pada tata kelola komoditi cabai saat ini. Mulai dari jumlah produksi yang meningkat signifikan, panen raya serempak di sentra-sentra penghasil cabai, munculnya petani-petani baru, hingga menurunnya daya beli masyarakat.
Jebloknya harga cabai ini jelas mencekik Petani dan mengantarkan mereka ke gerbang kebangkrutan. Selain bea produksi mahal karena tingginya harga pupuk dan obat-obatan, faktor cuaca ekstrem turut menurunkan kualitas hasil panen.
Sementara itu Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan Kabupaten Banyuwangi, membenarkan adanya penurunan harga cabai besar. Kondisi itu dikarenakan secara kualitas dan kuantitas produktivitas cabai besar sangat baik, namun permintaan pasar tetap.
Pihak Asosiasi Petani Cabai Besar Di Banyuwangi pun, juga telah meminta agar disediakan industri yang bisa menampung hasil panen saat harganya seperti sekarang. Dimana saat ini industri yang mampu menyerap hasil panen petani hanya 5 hingga 10 persen, dari total keseluruhan panen di Banyuwangi.